The 3rd Green Revolution and Net Zero Emission
Advanced Renewable
Tue , 11 Jul 2023 22:17 WIB
Revolusi hijau pertama dimulai akhir Perang Dunia II, ketika bahan-bahan kimia yang semula dipakai untuk senjata dialihkan menjadi pupuk - untuk meningkatkan produksi pangan dunia. Revolusi hijau kedua ketika manusia mulai menggunakan hasil rekayasa genetika pada tanaman, seperti yang digunakan untuk produksi kedelai dunia yang saat ini sangat masif.
Terlepas adanya pro-kontra pada Revolusi Hijau 1 dan 2 tersebut, keduanya dibutuhkan pada zamannya masing-masing, karena bila tidak ada pupuk kimia - bagaimana Indonesia bisa swasembada beras tahun 80-an? bagaimana masyarakat kita tetap bisa membeli tahu dan tempe yang murah sebagai lauk-pauk populer kita?
Tetapi kini dunia sudah sangat butuh revolusi hijau berikutnya, sebut saja Revolusi Hijau 3. Mengapa demikian? 27 tahun mendatang tepatnya 2050, penduduk dunia akan mencaoai sekitar 9.7 Milyar atau naik 20% dari sekarang. Lahan pertanian tidak bertambah malah cenderung berkurang. Bila hasil panen per satuan luas lahan tetap saja, dunia akan paceklik permanen. Maka harus ada terobosan yang luar biasa di dunia pertanian ini.
Perlu diingat juga bahwa 27 tahun kedepan dunia sudah mentargetkan Net Zero Emission 2050, salah satu kandidat utama bahan bakar yang akan digunakan saat itu juga dari biomassa pertanian. Bila efforts untuk mencukupi pangan tidak disinergikan dengan upaya memperoleh energi hijau yang Net-Zero Emission, keduanya bisa berebut resources dan keduanya bisa gagal total.
Maka inilah yang kami usung untuk Revolusi Hijau 3 sekaligus juga Net Zero Emission. Intinya menggunakan limbah biomassa dari hasil pertanian, perkebunan , hutan dan sampah organik perkotaan untuk produksi bahan bakar yang bersih, sekaligus juga memproduksi pupuk, insektsida, pestisida dan perindungan tanaman yang alami. Secara garis besar keseluruhan prosesnya dapat dilihat pada ilustrasi di bawah.
Di sentra-sentra biomassa, biomassa dikarbonisasi menjadi arang. Dalam proses karbonisasi ini, akan keluar asap yang sangat banyak atau disebut flue gas. Kandungan flue gas ini bila lepas ke udara berbahaya bagi kesehatan manusia, namun kalau kita tangkap - dia menjadi sangat berguna bagi tanaman. Kandungan flue gas yang berupa CO2, NOx, dan SOx bisa kita tangkap dan kita jadikan slow release fertilizer, sedangkan Volatile Organic Compounds (VOCs) bisa kita tangkap dan dikembalikan ke fungsi asalnya, yaitu berbagai bentuk perlindungan tanaman.
Adapun arang yang merupakan hasil utama dari proses karbonisasi ini, menjadi bahan untuk produksi syngas - yaitu building block paling fleksibel untuk berbagai kebutuhan bahan bakar bersih yang carbon neutral dan terbarukan. Slow release fertilizer dan perbagai perlindungan tanamannya akan bisa menjadi alat untuk memproduktifitaskan kembali lahan-lahan gersang dan bahkan padang pasir aau bumi yang mati sekalipun, bersamaan dengan itu kebutuhan energi bersih yang Net-Zero Emission juga terpenuhi, InsyaAllah.
Other Post
Limbah, Air dan Emisi Menjadi Energi
Jul 11, 2023
Enabling Hydrogen Economy
Jul 11, 2023
Rantai Nilai Tambah Dari Limbah Dan Sampah
Jul 11, 2023
Energy Transition Challenge
Jul 11, 2023
Categories
Renewable Energy
Please register first!
For post a new comment. You need to login first. Login
Comments
No comments